- Tanda titik dua : dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh:
- Dhèwèké ditukokaké piranti sekolah: tas, buku, potelod, lan liya-liyané.
'Ia dibelikan alat-alat sekolah: tas, buku, pensil, dan lain-lain.
- Kebutuhané wong urip iku akèh: sandhang, pangan, papan, lan liya-liyané.
'Kebutuhan orang hidup itu banyak: pakaian, makanan, tempat, dan lain-lain.'
- Tanda titik dua : dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh:
- Pangarsa: Ahmad Wijaya 'Ketua: Ahmad Wijaya'
Panitra: S. Handayani 'Sekretaris: S. Handayani'
Hartaka: Sugiharta 'Bendaharawan: Sugiharta'
- Papan parepatan: Pendapa Wiyatapraja 'Tempat sidang: Pendapa Wiyatapraja'
Pranata cara: Bambang Sukisno 'Pembawa acara: Bambang Sukisno'
Dinten: Setu Paing, 9 September 1999 'Hari: Sabtu Pahing, 9 September 1999'
Tabuh: 09.00 'Pukul: 09.00'
- Tanda titik dua : dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat di dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan di dalam karangan.
Contoh:
- Widyaparwa Nomor 30: 9
- Surat Yasin: 12
- Karangan Suparta Brata, Trem: Antologi Crita Cekak
- Poerwadarminta, W.J.S.1953. Sarining Paramasastra Djawa. Jakarta: Noordhoff-Kolff N.V.
- Tanda titik dua : tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh:
- Aku butuh kursi, méja, lan lemari.
'Saya memerlukan kursi, meja, dan almari.'
- Fakultas kuwi duwé jurusan Sastra Nusantara lan Sastra Indonesia.
'Fakultas itu mempunyai jurusan Sastra Nusantara dan Sastra Indonesia.'